ㅤ“Je, ayo makan dulu—” Belum habis terucap apa yang ia rencanakan, Jeanna lari ke tengah jalan. Semua terasa lamban, Jelaga masih bingung apa yang sedang ia saksikan. Jeanna masih ia genggam, baru saja. Tetapi selang beberapa detik, ia tumbang. Kerumunan menutupi jarak pandang Jelaga yang masih terdiam. Matanya terpaku pada sekumpulan orang di depan sana. Beberapa ada yang berteriak terkejut, beberapa lagi panik berusaha memanggil ambulans.
ㅤArah pandang Jelaga beralih beberapa meter dari titik tempatnya terpaku sebelumnya. Di bawah pohon besar, laki-laki sebayanya terduduk termenung, sekujur tubuhnya bergetar. Tatapannya kosong, keringat dingin mengalir dari kening dan membasahi hampir seluruh wajahnya. Bukan seperti pion yang digerakkan pemain catur, tanpa dikendalikan siapapun, ia berjalan cepat ke anak laki-laki itu. Jelaga menarik kuat kerah seragam yang dikenakannya lalu melayangkan satu pukulan kuat tak terduga. “Bajingan!” teriaknya sambil memukul Rama membabi buta.