Смотреть в Telegram
“Eh.. Anu, gue disuruh ke markas karena ntar bakal ada baku hantam lagi sama anak SKATO...?” Ujar Jay dengan nada yang menurun pada saat melafalkan nama tersebut. Sunghoon menatap Jay lekat, ”Ngga usah. Lo disini. Gausah ikut geng-geng sana lagi. Gue juga udah mau keluar dari sana.” “Iya, Jay. Lo pikirin lagi, kita udah sepakat untuk sama-sama mulai dari sekarang, kan? Udahan berantemnya. Gua tau separuh hidup kita hampir kita habisin di jalanan untuk tonjok-tonjokkan sama orang. Mending fokus istirahat dan mikirin cara ngembangin JASUKETION ini,” Jake menimpali. Lagipula, ia juga cukup lelah untuk setiap hari mendapat panggilan sebagai striker dalam kelompok baku hantamnya. Ia terus diposisikan untuk melindungi yang lain, sementara ia terus menerima pukulan. Jay sendiri merasa setuju. Tak dipungkiri dirinya juga lelah. Ketika bertarung, namanya selalu disebut untuk melindungi sang kawan. Namun tidak hanya satu orang, melainkan tiga orang sekaligus. Bagaimana tidak kewalahan? Sunghoon sendiri tidak merasa struggle dalam setiap pertarungan yang ia hadapi. Ia selalu santai karena tidak adanya tuntutan untuk melindungi kawannya yang lain. Bekerja sendiri. Itulah prinsipnya. Adapun sekali, dua kali, ia membantu temannya yang benar-benar kewalahan ketika bertarung. “Iya, udah. Tenang aja, gue abai kok.” “Ngoghey, disini udah gue periksain semua. Fasilitas lengkap, ini mah lebih dari sekedar buat base doang. Bisa-bisa kita bertiga tinggal disini aja.” “NAH ETA ide bagus, gue mau disini aja. Gak asik banget dirumah, mama papa berantem mulu,” sahut Jay, seketika berbaring kembali diatas sofa. Sunghoon mengerutkan keningnya, “Gimana bisa?” “They about to divorce, I don’t give a single damn tho.” “Santai amat, lu, ortu mau cerai padahal. Jadi, ikut siapa?” tanya Jake. “Gak ikut siapa-siapa, mau hidup sendiri. Usaha sendiri dari nol. Gue ngerasa udah terlalu lama untuk bergantung kepada mereka. Sekarang, kalo bisa, gue mau keluar dari rumah itu dan nyari kerja sendiri.” Sunghoon dan Jake manggut-manggut paham. Mereka mengerti keadaan Jay saat ini yang mencoba untuk hidup mandiri, tanpa bantuan finansial dari kedua orang tuanya yang sebentar lagi akan bercerai. “Yaudah, besok bawa aja baju sama keperluan lo pada, kalo mau tinggal disini. Gue juga nanti fine-fine aja kalo kita tinggal bertiga selagi ngembangin diri masing-masing. Gimana, Hoon?” ujar Jake. “Sabi, gua ikut aja. Asal makan lancar mah, apa aja gua mau.” Mereka asik bergurau hingga sore tiba. Bercerita tentang bagaimana kehidupan mereka masing-masing, tentang percintaan, bahkan pengalaman horror. Tak terasa sudah dipenghujung hari, belum ada tanda-tanda bahwa ketiganya akan bubar. Mereka merasa nyaman dan aman di tempat itu. Pertama kali seumur hidup, Jay merasa senang karena dapat merasakan hangat kekeluargaan walau sebatas teman bertiga. Begitupun Sunghoon, yang awalnya merasa hidupnya terlalu monoton, menjadi terasa cerah akan kehadiran si konyol Jay dan si jenius Jake. Sama halnya dengan Jake, ia merasa sangat beruntung karena dapat beradaptasi dengan cepat dengan kedua teman barunya ini. Mereka tentu memiliki kelompok masing-masing, pada awalnya. Namun perbedaan afeksi serta perhatian yang didapat tidak cukup untuk disebut kekeluargaan. Masing-masing kelompok ternyata hanya mengutamakan kekuatan dan kelincahan anggota, bukan solidaritas ataupun kekeluargaan. Itu 'lah yang membuat mereka merasa muak dan terkadang lelah untuk terus bertahan. Maka, keluar dari kelompok-kelompok tersebut tidak akan merugikan, bukan?
Love Center - Dating, Friends & Matches, NY, LA, Dubai, Global
Love Center - Dating, Friends & Matches, NY, LA, Dubai, Global
Бот для знакомств