ㅤㅤ “ dikala lampu-lampu kota berpendar,
ㅤㅤ ia berjalan dalam temaram, menyusuri
ㅤㅤ gang—gang rumit yang dipenuhi
ㅤㅤ kesturi presipitasi cair dan banyak
ㅤㅤ mimpi yang dibisikan dari arkais.
ㅤㅤ kehadirannya disamarkan, akan tetapi
ㅤㅤ tak bisa begitu saja diabaikan. ia adalah
ㅤㅤ bagian dari santapan malam, sebentuk
ㅤㅤ akara yang berasimilasi dengan
ㅤㅤ enigma Bandung, menghadirkan
ㅤㅤ tanpa banyak aspirasi tapi berbekas
ㅤㅤ di setiap sudut yang disentuh. ”
ㅤㅤ
■ bagaikan Dago, yang selalu setiaawan menyimpan catatan yang berisi penjelasan panjang, ia juga adalah penunggu kisah-kisah yang tak terucap membiarkannya baya dalam lengang tanpa perlu dihias kata—kata: poetic, setiap langkahnya ialah nada renjana bergaung di trotoar-trotoar yang lengang, seakan ia menyapa santapan malam dengan bisikan—bisikan tak terdengar, mengirimkan rasa yang hanya ia dan kota ini yang tahu |‣ . .