Ingin sekali rasanya aku memutar kembali waktu. Ingin rasanya aku mengatur ulang semuanya. Penyesalan di akhir benar adanya. Hingga detik ini pun, aku masih berandai-andai, andai semuanya tak terjadi. Andai aku tak memintanya untuk pergi. Andai saja aku ikut bersamanya. Andai saja. Hingga detik ini pun, aku masih merasakan rasa bersalah yang teramat. Tangisku tak bisa dibendung lagi jika mengingat dirinya.
Hey, dia yang menemaniku lima tahun berturut-turut. Dia yang selalu memahamiku. Dia yang berjanji akan bersamaku hingga aku sukses. Tapi, sekarang, dia yang pergi terlebih dahulu. Kata saksi mata, dia kecelakaan karena tabrak lari dengan sebuah truk besar. Dia tewas di tempat dengan kondisi mengenaskan. Kepalanya bocor dan mengeluarkan begitu banyak darah. Akibat dari sana, dia pergi.
Aku sungguh menyesal, penyesalan yang tak bisa diungkapkan oleh kata-kata. Setiap hari aku mengunjungi makamnya hanya untuk mengatakan maaf dan maaf. Rindu? Tentu. Ikhlas? Jika disuruh ikhlas, maaf, aku belum bisa. Aku belum sempat mengatakan kata pamit dengan benar, dia pun begitu. Kami belum berpamitan. Walaupun, dia sudah menjengukku lewat mimpi. Tapi, sama saja. Jika disuruh rela, tidak, belum. Nanti saja.
Hingga sekarang, aku masih terus merasa bersalah dan selalu mendoakannya yang terbaik. Aku rindu saja dengan suara dan senyumnya itu. Aku rindu semuanya tentang dia. Aku minta doa dari kalian semua, ya?